Sabtu, 07 Desember 2013

CERPEN



RINTIHAN TANAH WULUBLOLONG
(by :Ono Soba)
            Panas,sepanas neraka di siang hari itu. Di bawah tenda tipis kantin Sekolah SDK Wulublolong, kududuk terpuruk di bangku kantin itu, terselip di antara teman – temanku, walaupun sia – sia untuk dapat terlindung dari teriknya sinar matahari. Dengan langkah yang berat kumeninggalkan  jejak – jejak kakiku tuk menjauh menghindari panas yang terasa membakar kulitku.
            Siang itu, kudapati rumahku dalam keadaan ramai. Banyak tetanga berdatangan mengerumuni halaman rumahku yang sempit. Akupun segera berlari menghampiri kerumunan itu dan segera bertanya pada salah seorang tetanggaku ‘’Bu, sebenarnya apa yang telah terjadi?’’ tanyaku dengan penuh penasaran ‘’ Nak, tadi barusan seorang muslim memukul kakekmu’’, jawab ibu itu dengan raut wajah yang memerah bagai delima. Akupun naik pitam. Dengan langkah yang geram kumenerobos kerumunan orang – orang yang menghalangi langkahku itu. Ketika kumasuk ke dalam rumah, kumelihat kakekku dalam keadaaan babak belur. Wajahnya yang keriput itu, kini telah mengencang dipenuhi memar yang tak ubahnya dengan buah yang telah membusuk. Dengan penuh iba, kumembantu ibuku mengompres memar yang ada di wajah kakekku. Sedangkan di luar rumahku, kudengar berbagai luapan amarah dan sumpah serapah dikelontorkan begitu saja dengan aroma – aroma patriotisme, tanpa menghiraukan panas matahari yang membakar kulit – kulit yang pada umumnya bernuansa sawo matang itu.
            Aku tak bisa memejamkan mataku siang itu. Emosi dan dendam masih tersingkap di tabir hatiku, serta sajak – sajak yang terlontar dari mulut – mulut tetanggaku masih bersalut dan bergetar dalam batinku.
Sore itu suasana rumahku sangat hening, hampa bagaikan lumbung yang tak terisi. Lolongan dari para tetangga yang begitu ribut bagaikan raungan beribu – ribu lebah itu, kini telah lenyap hilang bagai cahaya ditelan kabut. Akupun beringsut menuju kamar kakekku. Disana kutemui kakkekku masih tergolek di atas kasur kepok yang begitu lusuh. Memar yang menodai wajahnya yang kusam itu, masih membekas seperti sediakala.        Gemericik daunyang ditiup angin, jeritan jangkrik serta kicauan burung di bawah rona langit yang gelap membingkai malam yang penuh dengan sunyi senyap. Akan tetapi, teriakan serta ronrongan sepeda motor yang menggelegar bagai petir itu melenyapkan segala kicauan maupun jeritan jangkrik yang menggema dalam gendang telingaku. Dengan sigap kumelucut menuju jalan raya di depan rumahku yang kini telah dikerumuni masa. Akupun berbaur bersama kerumunan itu, yang sebagian besar adalah tetanggaku. Aku mulai mondar – mandir mencari penyebabnya. Secara tak sengaja seuntaian kalimat  menerosok menembusi gendang telingaku. Untaian kalimat yang menyatakan bahwa beberapa tetanggaku telah membakar sebagian pondok garam milik orang muslim di Lohayong. Ternyata tindakan itu sebagai balas dendam atas perlakuan kekerasan orang muslim terhadap kakekku. ‘’Oh, Wulublolong, mengapa selalu ada kerusuhan yang terangkum dalam tabirmu, mengapa tak kau berikan kami ketentraman tuk menyejukkan jiwa – jiwa di bumimu yang gersang ini’’, batinku sembari menitikkan airmata.
malam itu kubiarkan tetesan airmata yang begitu asin merusak pipiku yang mulus. Aku begitu kecewa dengan keadaan kampungku yang tidak begitu aman. Hatiku tak keruan. Namun aku dapat memejamkan mataku dan terlelap dalam buaian angin malam.
            Ayam baru saja berkokok dan lantai dari tanah rumahku yang dikeraskan masih dingin membeku. Saat tiba dni hari terdengar rongrongan sepeda motor, mobil serta lolongan masa menggema ke seantero kampungku. Aku terkesiap. Jantungku berdegup cepat, seolah – olah aku telah berlari puluhan kilo. Hatiku tak keruan, dan berbagai perasaan takut berselweran dalam lumbung pikiranku. Dengan ragu – ragu ku melangkah menuju dinding kamarku yang terbuat dari ‘’halar’’ yang semakin melapuk, ku mengintip dari balik rekahan halar itu. Bayang – bayangan itupun muncul dari kegelapan dan semakin jelas, sehinnga dengan mudah aku mengenalnya. Sontak, aku berteriak membangunkan seluruh isi rumahku. Umat Islam telah datang untuk meluapkan dendam mereka. Aku, ayah, ibu serta kakekku dengan segera keluar rumah tuk menghindar dari amukan masa. Dengan airmata berurai, serta degup jantung yang tak menentu, kumenyaksikan detik demi detik seisi kampungku dirampok dan dibakar. Darah berceceran dimana – mana, korban peperangan tergeletak tak bernyawa disana sini.
Serpihan – serpihan rumah berterbangan bagai serbuk kayu hasil gergajian. Binatang – binatang peliharaan dibunuh dan dibakar, kini telah lenyap, kembali melebur bersama debu. Sumur – sumur  sebagai sumber air bagi kami dirubuhkan, air yang jernih, kini telah menjadi keruh bagai lumpur. Semua isi kampungku perlahan –lahan lenyap tak tersisa. Perang telah terjadi. Betapa kejamnya perlakuan orang – orang muslim terhadap kami.
            Wulublolong, kini telah berubah dalam sekejab. Kedamaian yang selama ini kami peroleh kini telah hilang. Wuliblolong betapa pahit deritamu, mengikuti liku – liku langkahmu, engkau yang semula megah dalam singgasanamu kini meringkuk sebagai hamba sahaya, sahabat setiamu kini berbalik menjadi musuh.
Kini hanya puing – puing seng yang tersisa walaupun telah mengarat dimakan api serta pondasi – pondasi dan tembok – tembok rumah yang memerah terbakar api.
Aku, ayah, ibu dan kakek kini merana. Yang selama ini kami peroleh kini telah hilang. Wulublolong betapa pahit deritamu, mengikuti liku – liku langkahmu, engkau yang semula megah dalam singgasanamu kini meringkuk sebagai hamba sahaya, sahabat setiamu kini berbalik menjadi musuh.
            Kini hanya puing – puing seng tersisa walaupun telah mengarat dimakan api serta fondasi – fondasi dan tembok rumah yang terbakar api. Aku, ayah, ibu dan kakekku kini merana mencari keluarga tuk berpijak. Namun semangat patriotisme masih tumbuh ddalam diri kami tuk memnangun singgasana, mengangkat derajat dari seorang hamba sahaya. Selama airmata kami belum kering kami tak akan berdamai. Itulah semangat kami, dendam kami, tuk mengusir umat muslim dari pulau Solor ini.
  
                                             

SURAT DAGANG


PT. GAGAS MEDIA
Jalan H. Baping Raya no. 100, Waigete-Maumere

Nomor                  : 32/PB/AA/X-01
Lampiran             : 1 lembar
Hal                          : Penawaran Buku
Yth. Pemilik Toko Buku Sinar Ilmu
Jalan Tana AI no. 3
Maumere
Dengan hormat,
                Menyangkut minat untuk membaca bagi para remaja sangatlah minim maka kami mengajak saudara untuk bekerjasama dalam memasarkan buku-buku kami yang berupa, buku-buku novel baik remaja maupun dewasa.
                Buku-buku kami telah mendapat pengesahan dari Permintah. Semoga saudara berkeinginan meningkatkan kualitas membaca bagi para remaja di era globalisasi ini.
                Kami juga memberikan diskon menarik dengan presentase tinggi kepada toko pengecer dengan ketentuan sebagai berikut :
·         Pembayara tunai diskon 50%
·         Pembayaran apabila pembeli membeli lebih dari 100 buku akan dihadiahkan kartu gratis

Hormat kami,

Kabid Pemasaran

SURAT KUASA


SURAT KUASA
PENGAMBILAN GAJI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama                                    : Yohanes Sepu Soba
Tempat tanggal Lahir      : Maumere, 18 Desember 1996
Pekerjaan                           : Karyawan
Alamat                                  : Waigete
Memberikan kuasa pengambilan gaji untuk bulan oktober dikarenakan saya sedang sakit. Oleh karena itu saya memberi kuasa kepada:
Nama                                    : Yohanes Usboko
Tempat tanggal lahir       : Talibura, 7 Juni 1994
Pekerjaan                           : Petani
Alamat                                  : Pruda
Talibura, 7 Juli 2013
Pemberi kuasa                                                                                                  Penerima Kuasa

Yohanes Sepu Soba                                                                                        Yohanes Usboko

Drama



GARA-GARA ROKOK
Oleh  : VINSESIUS NONG YANUARIS

Narator   :  Bintang kerlap-kerlip seakan menari. Bulan seakan tersenyum. Jarum jam merangkak kearah sepuluh, tiupan angin sepoi-sepoi membuat pepohonan juga ikut menari-nari dan butir-butir H2O masih  menggantung manja di helai dedaunan. Begitulah suasana di malam itu di bumi Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, ketika itu semua insan telah tertidur lelap dengan suasana hening silentium dan yang terdengar hanya bunyi jangkrik, tiba-tiba dua orang turun dari ranjangnya dan melangkah dengan pelan kearah kamar barang dan menghilang dibalik kegelapan, mereka berdua adalah Moan dan Tias.
Moan           :  ssst…. Teman jalan cepat sudah (mengajak Tias ke kamar mandi)
Tias              :  Tunggu, saya masih lihat opa bone dengan Romo Datus (menoleh keluar kamar)
Tias              :  Teman kondisinya aaman terkendali, jalan sudah (melangkah ke kamar mandi)
Moan           :  Kau tunggu disini saya pergi ambil rokok dengan pemantik (berjalan ke lemarinya)
Tias              :  ahh …. Kau ambil rokok apa?
Moan           :  biasa, MB (Marlboro)
Tias              :  lebih baik kau ambil Numaild saja, Marlboro untuk hari minggu pesiar.
Moan           :  ok, baiklah.
Narator       :  Setelah itu mereka berdua mulai menghabiskan satu, dua batang rokok,karena bosan dengan suasana di kamar mandi, tiba-tiba Moan bangkit berdiri
Moan           :  Teman, saya jalan ke depan e… (meminta persetujuan Tias)
Tias              :  Mau buat apa?
Moan           :  Saya hanya ambil senter cepat-cepat
Tias              :  Tidak usah sudah, awas Romo dapat.
Moan           :  Tidak apa-apa, kau sepertinya meragukan saya (sambil menjepit rokok ditelinganya dan berjalan ke tempat tidur)
Narrator      :  setelah Moan ke depan, Tias sendirian saja menyendiri dan hanya ditemani rokok ditangannya sambil menikmatinya. Lima belas menit telah berlalu, namun Moan belum dating juga. Tiba-tiba disamping kamar bunyi langkah kaki pelan berwibawa dan itu adalah langkah kaki Romo preses yang menghirup bau rokok dari dalam kamar tidur dan mulai rasa curiga ditambah felingnya yang kuat.
Preses          :  Abang nampaknya saya mencium bau asap rokok
Opa Bene     :  benar Romo saya juga menciumnya (sambil memasuki kamar tidur.)
Narator       :  Keadaan mulai memanas, dan Romo Preses langsung menanyakan kepada Natalis, siswa seminari yang kebetulan tempat tidur terdekat.
Preses          :  Kau mencium bau asap rokok, atau tidak
Natalis         :  benar Romo saya juga merasakannya (sambil turun dari ranjangnya)
Narator       :  Keadaan benar-benar memanas dimalam itu, Romo Preses ingin mencari tahu siapa yang dalangnya, siapa penjahat/PKI di Seminari ini, melihat Nando seorang Seminaris ini masih belum tidur, Romo Preses memutuskan untuk bertanya lagi
Preses          :  Nando kau mencium bau asap rokok, tidak ? (sambil mendekatinya)
Nando          :  tidak Romo saya tidak mencium bau asap rokok melainkan bau kentut (sambil menggaruk kepalanya)
Narator       :  Jawaban dari Nando membuat Romo Preses tambah panas, semakin larut dan malam suasananya semakin tegang kemudian Romo Preses masih ingin tahu siapa dibalik semua ini, dengan menyuruh Nando untuk membangunkan semua insan seminari yang sudah tertidur lelap guna mengetahui siapa yang merokok, Mula-mula Tinus yang kebetulan datang duluan, langsung ditanya oleh Romo Preses
Preses          :  Tinus, kamu yang mengisap rokok (dengan mata menantang)
Tinus           :  Tidak Romo, saya jujur saya tidak merokok
Preses          :  Kalau benar, kau tidak merokok, tolong kau panggil Moan
Narator       :  Kemudian Tinus pun memanggil Moan yang pura-pura tidur diranjangnya
Tinus           :  Moan bangun, Romo Tanya apakah kau yang isap rokok (sambil menggoyangkan kaki Moan)
Moan           :  oo..oh saya semua, kamu tidak pernah, ada salah sedikit tuduhnya pasti ke saya (sambil tidur kembali)
Narator       :  Karena rasa ingin tahu Romo sangat tinggi dan belum dapat sipelakunya, Romo bertanya kepada seorang anak yang biasa disapah Ola, kali ini lebih serius lagi
Preses          :  Ola, apakah kau mengisap rokok ?
Ola                :  Tidak, Romo selama saya hidup saya tidak pernah merokok.
Preses          :  benarkah apa yang kau katakan
Ola                :  Benar, Romo demi nama Tuhan.
Narator       :  ketika percakapan antara Romo Preses dan Ola masih berlangsung, tiba-tiba muncullah dari balik kegelapan, seorang siswa berparas manis, bertubuh pendek, dengan mengenakan pakaian bercorak santai dan itu adalah Tias, dan munculah rasa kecurigaan dari hati kecil Romo Preses dan langsung berseru
Preses          :  Tias apakah kau yang mengisap rokok (sambil menantang dengan amarah yang meluap-luap)
Tias              :  Tidak Romo (sambil menundukan kepalanya)
Preses          :  saya sekali lagi, jawab dengan jujur, kamu yang merokok (dengan nada tinggi)
Narator       :  dengan perasaan takut bercampur gugup, Tias menjawab dengan nada rendah bergetar.
Tias              :  Ya, Romo
Preses          :  oh..oh.. ternyata kau, baik semua kembali beristirahat, dan kamu Tias ikut Romo (berjalan menuju kamar Romo)
Narator       :  dengan gugup dan menyesal, Tias membuntuti Romo Preses dari belakang. Sesampainya di depan kamar Romo Preses, Tias dipersilahkan duduk dan Romo Preses mulai mengeluarkan seluruh amarahnya yang menyala-nyala dengan menggenggam kabel neraka yang dililit rapih dan di ayunkannya ke punggung Tias sambil berkata
Preses          :  oh.. ternyata penjahat selama ini kamu Tias, kau yang menjadi batu sandungan bagi temanmu yang lain, seorang siswa seminari melakukan hal seperti ini, semua masalah berasal dari kau, bolos, moke, Hp, box musik, sekarang lagi rokok
Narator       :  pada saat Romo Preses masih berbicara, tiba-tiba datang opa Bone dan langsung memotong pembicaraan
Opa Bone    :  kau pasti masih menyimpan rokok di dalam kamar
Tias              :  tidak ada Opa (menggaruk kepala)
Preses          :  Tias, jangan menipu, kami ini tahu, sekarang juga ambil rokok yang kamu simpan.
Tias              :  baik Romo (berjalan ke kamar tidur)
Narator       :  Tias pun mengambil rokok sisa di lemari untuk diserahkan kepada Romo Preses, ketika Tias hendak membawa keluar, tiba-tiba Moan mendekati Tias dan berkata
Moan           :  Teman, mari kita sama-sama keluar, saya juga mau menghadap Romo Preses, saya ingin jujur.
Tias              :  eh..eh..jangan, Romo sudah tidak tahu, biar saya sendiri.
Moan           :  tidak Tias, saya yang menyebabkan kamu di dapat oleh Romo, jadi saya juga yang harus bertanggung jawab.
Tias              :  baiklah,terserah kau saja.
Moan           :  Ayo jalan (keluar dari kamar berjalan kearah Romo Preses)
Narator       :  ketika melihat mereka berdua datang, Romo Preses heran dan bertanya
Preses          :  Moan, apa yang membuatmu datang ke sini
Moan           :  begini Romo, saya juga mengisap rokok (sambil memberi rokok yang diambil)
Preses          :  oh..oh.. ternyata kau juga, Moan tadi kau tipu, bapak dirumah kerja setengah mati, kau disini isap rokok (sambil mengayunkan kabel ke punggung Moan)
Narator       :  belum selesai berbicara, tiba-tiba munculah dari balik pintu kamar sekelompok seminaris yang terdiri dari Sergio, stenly, james, sandro, dio, dan cristo yang merupakan teman merokok dari Moan dan Tias membuat Romo Preses heran bercampur emosi dan langsung bertanya
Preses          :  kamu ini kenapa
Narator       :  karena Stenly yang mempunyai inisiatif untuk jujur, Stenly pun menjawab dengan pelan tapi pasti
Stenly           :  kami juga mengisap rokok, Romo
Preses          :  oh..oo.. benar-benar hebat ternyata kamu ini berkelompok, kelompok penghancur/PKI (kembali mengayunkan kabel ke punggung Stenly, Sergio, dan seterusnya) dan Romo kembali bertanya.
Preses          :  siapa lagi yang biasa merokok ?
Narator       :  mereka semua terdiam, setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan Romo Preses, dan membisu di malam itu dan yang terdengar hanya bunyi cecak, dan jangkrik, karena merasa tidak dihiraukan Romo Preses kembali melontarkan pertanyaan sama, hanya kali ini lebih tegas seperti suara neraka
Preses          :  Stenly siapa lagi yang biasa kamu lihat isap rokok ?
Stenly           :  Us, Romo (menjawab dengan pelan)
Preses          :  Us manuk
Stenly, Sergio, James :           Ya, Romo Us manuk (serempak menjawab)
Preses          :  cepat-cepat kau panggil Us ke sini
Stenly              baik Romo (berjalan masuk ke kamar)
Narator       :  dengan cepat sepasang sandal jepit itu melangkah menuju tempat pembaringan Us manuk, dengan sentuhan, Us dibangunkan oleh Stenly , yang sedang emosi. Us manuk pun bangun dengan ketidak tahuan dan kepolosan bangun, tanpa membuang-buang waktu lagi, Stenly langsung berseru dengan suara nyaring
Stenly           :  Us, Romo, panggil
Us                 :  Romo, siapa ?
Stenly           :  Romo Preses.
Narator       :  dengan heran us membuntuti stenly dari belakang menuju ke kamar Romo Preses. Dengan pelan dua pasang sandal jepit itu melangkah hingga berada tepat dihadapan Romo Preses yang memegang kabel yang dililit rapih dengan muka merah bercorak emosi, Us pun terdiam seribu bahasa, dan Romo Preses mulai lagi
Preses          :  Us, saya Tanya lagi, jawab dengan jujur, apakah kau merokok/pernah merokok
Us                 :  tidak, Romo (menjawab dengan gugup)
Preses          :  itu ternyata banyak yang merokok, mereka piker saya tidak tahu, mari ke sini Us, kau juga dapat kabel (sambil mengayunkan kabel kepunggungUs)
Narator       :  tiba-tiba Opa Bone pun tidak puas dan angkat bicara
Opa Bone    :  Us, kau banci juga merokok,
Preses          :  Benar, pantasan muka seperti orang afrika, bibir hitam, kamu lihat Moan seperti orang penyakit AIDS yang tinggal tunggu mati.
Preses          :  mulai hari ini, tidak ada yang isap rokok lagi, saya dapat malam itu juga dia keluar.
Opa Bone    :  mereka minta di orang tua uang bilang mau kerja tugas, padahal untuk beli rokok.
Preses          :  benar, anak durhaka, bikin susah orang tua, menipu, nanti saya beli rokok satu slof kasih dia isap sampai habis, tidak pakai pegang, saya jaga memang, kalau ada yang isap rokok lagi, tidak tahu lagi satu slof berapa?
Opa Bone    :  oh..dulu saya beli kasih om tukang seratus tujuh belas  di toko Nita.
Preses          :  Mulai hari ini kamu delapan orang ini, saya jangan dengar lagi kamu isap rokok, kamu tidak kasihan orang tua kamu, apalagi merokok itu mengganggu kesehatan kita. Kamu lihat, perbandingaan Romo dengan Moan, sepertinya Moan lebih tua itu gara-gara rokok
Narator       :  Amarah Romo Preses sudah hilang, suara neraka sudah lenyap, yang ada cuman nada menasihati.
Preses          :  baik sekarang kalian boleh beristirahat
Moan, Tias, Stenly     :           Terima kasih, Romo
Narator       :  sejak malam itu mereka semua tidak pernah merokok, hidup bebas merdeka tanpa beban dan katakan tidak pada rokok (say no to cigarette)





ANTI KRISTUS MENJADI LASKAR KRISTUS
Oleh : Yohanes Donbosko Nitbani


Adegan :
Prolog          :  (Diiringi dengan music klasik)
Narator       :  Di suatu kata yang dulunya indah dan banyak orang yang ramah terhadap sesama dan mereka kebanyakan mengant agama kristen katolik, hilang dengan datangnya sekelompok kecil orang yang menyebutkan diri mereka sebagai Anti Kristus. Dan beberapa orang tersebut, ada seorang yang ditakuti oleh masyarakat yang mengikuti jalan Kristus. Ia adalah Rinto. Dengan kelima temannya yang membantu dalam membasmi pengikut Kristus. Mereka adalah Rendy, Rio, Rikko, Ramos dan Rancho. Banyak pengikut Kristus melarikan diri dan mengajarkan firman Tuhan secara diam-diam. (musik klasik di berhentikan)
Narator       :  (Di rumah pemimpin Geng Anti Kristus di Manggarai) sementara itu berkobar-kobarlah hati Rinto uuntuk mengancam dan membunuh orang-orang yang mengikuti jalan Tuhan. Ia menghadap pemimpinnya dan meminta surat kuasa dari padanya untuk membunuh orang-orang yang mengikuti jalan Tuhan di kota Maumere.
Rinto            :  Tok… tok… tok… (bunyi ketukan depan pintu rumahpemimpin mereka, Mr. Jojon)
Mr. Jojon     :  (melangkah maju dan membukakan pintu)
                        Oe… Rinto, ada apa ni ?
Narrator      :  Jojon pun menyuruh Rinto masuk dan mempersilahkan rinto duduk.
Rinto            :  maaf mengganggu Mr. Jojon
Mr. Jojon     :  oh… tidak apa-apa. Hari ini saya tidak ada kerjaan.
Rinto            :  Begini Mr. Jojon ! saya kesini di utus oleh kelima teman saya mau minta daftar nama-nama pengikut jalan Tuhan yang ada di Maumere. Soalnya besok kami berenam mau ke Maumere.
Mr. Jojon     :  oh… begitu ya !!! kalau begitu kau tunggu saya disini, saya ambil dulu nama-nama mereka.
Narrator      :  Mr. Jojon pun melangkah masuk kekamar untuk mengambil daftar nama itu. Sambil menunggu, Rinto melihat keadaan dirumah pemimpinnya. Rumahnya ditata rapih dengan banyak koleksi gambar pembunuhan terhadap Anti Kristus. Beberapa saat kemudian Mr. Jojon muncul dari balik pintu kamar dan sambil membawa kertas yang diisi nama-nama pengikut Kristus.
Mr. Jojon     :  Ini ambil sudah. Tetapi ingat Rinto jangan sekali-kali kamu menghilangkan daftar ini. Kalau hilang (dengan raut muka yang serius) kau akan kubunuh.
Rinto            :  Ok… itu sih gampang ! (mengambil daftar tersebut dan melihat nama-nama itu). Nanti setelah saya pulang saya akan kembalikan daftar ini.
Mr. Jojon     :  Rinto mau minum apa ? (Tanya Mr. Jojon)
Rinto            :  Tidak usah repot-repot saya hanya minta ini saja ! kalau begitu saya pulang dulu Mr. Jojon.
Narrator      :  Setelah itu Rinto berpamitan pulang dengan Mr. Jojon dan pulang dengan menaiki sepeda motor miliknya. Merasa lapar Rinto pun berhenti diwarung.
Rinto            :  Mbak… tolong bawakan nasi ayam kesini, saya sudah lapar.
Pelayan        :  Baik tuan (cepat-cepat pelayan itu memberitahukan kepada penjual Nasi ayam)
Narrator      :  (beberapa menit kemudian si pelayan membawa pesanan yang dipesan)
Pelayan        :  Ini tuan pesanannya.
Rinto            :  Terima kasih Mbak. Tapi ingat lain kali antarnya harus lebih cepat (ancam Rinto)
Pelayan        :  (tunduk diam)
Narrator      :Setelah makan Rinto pun puulang tanpa membayar. Dengan motornya satria Fu, ia meneruskan perjalanan ke ende.
Adegan II     :  (Dalam perjalanan  ke Maumere dari Ende)
Narrator      :  Setelah bertemu dengan pemimpin mereka Mr. Jojon dan sudah mendapatkan daftar nama-nama pengikut Kristus Rinto beserta kelima tamannya Rendy, Rio, Ramos, Rikko dan Rancho mempersiapkan diri untuk berangkat ke Maumere. Dalam perjalanan keMaumere, ketika ia dan teman-temannya sudah dekat dengan kota itu diNangalimang, tiba-tiba cahaya memancar dilangit dan mengelilingi dia. Ia pun roboh ke pinggir jalan dan ia mendengar suara yang berkata
Malaikat       :  “ Rinto… Rinto… ! mengapa engkau menghianati Aku ?”
Narrator      :  Jawab Rinto
Rinto            :  “ Siapakah Engkau, Tuhan ?”.
Malaikat       :  “ Akulah Gabriel Malaikat Tuhan.”
Rinto            :  Ada apa dengan aku ini ? (Tanya Rinto)
Malaikat       :  “Karena engkau telah menghianati Dia “Yesus” yang kau aniaya itu.” Tetapi bangunlah dan pergilah kedalam kota itu, disana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kau perbuat.”
Narrator      :  Disamping itu teman-teman seperjalanannya keheranan karena mendengar suarra itu, tetapi tidak melihat seorang juga pun hanya cahaya putih. Seorang dari mereka bertanya kepada teman yang lain.
Rendy          :  “Bro… kamu dengar ka tidak suara tadi ?”
Teman-Temannya     :           “Dengar ko” (serentak)
Rio               :  Tetapi siapa yang omong tadi (keheranan)
Rikko           :  tau lagi… !!!
Rencho        :  Teman-teman bantu dulu dia ?
Narrator      :  Teman-temannya pun membantu dan menuntunnya masuk kekota itu. Mereka meenyewa di sebuah rumah miliknya Nando. Mereka mendatangkan Dokter tetapi selalu saja tidak ada yang bisa menyembuhkan. Para Dokter yang datang selalu mengatakan bahwa ia akan buta untuk selamanya atau pun sembuh pasti itu mujisat.
Adegan III   :  (Di dalam kamar)
Narrator      :  Selama beberapa hari tidak pernah melihat dan juga setiap kali diberi makanan selalu saja ia menolak. Dalam pikirannya apakah ia melanjutkan tugasnya atau berpaling menjadi Laskar Kristus. Walaupun hatinya sedang kacau Rinto selalu berusaha untuk berkonsentrasi. Hingga pada waktu malam ketika di tawarkan untuk makan oleh temannya ia menolak dan terus tidur. Setelah temannya kembali ke kamarnya tiba-tiba ada suatu cahaya yang menerangi isi kamar itu sehingga membuat Rinto terkejut.
                        ……. Hening ……. (di iringi dengan music klasik)
Narator       :  Tiba-tiba munculah seorang yang berpakaian putih bersih dengan tangannya memegang salib. Ia adalah Malaekat. Sementara itu disudut kamar yang gelap muncullah sosok manusia yang berpakaian hitam dengan kuku-kuku yang panjang dengan memegang sebuah tongkat dengan atasnya tengkorak manusia. Dan diantara mereka terjadi percakapan yang seru.
Setan            :  Rinto o o o o !!! Lebih baik kau lanjutkan saja perbuatanmu (bisik si setan itu).
Rinto            :  kalau saya ikut denganmu apa yang akan kau berikan kepadaku?
Setan            :  Itu gampang Rinto. Saya akan memberikan kekuasaan dan harta benda yang melimpah dank au akan dihormati oleh banyak orang.
Rinto            :  (berpikir . . . . Tetapi Malaekat yang berada disampingnya menegurnya)
Malaekat      :  (dengan suara halus) Jangan Rinto! Jangan ikuti kata-kata bualan si hitam dakor itu. Lebih baik kata-kata hati nuranimu.
Setan            :  (membentak) Hei malaekat sok suci!!! Jangan ganggu, dia itu milik saya.
Malaekat      :  Ketahuilah kau buruk rupa engkau tidak berhak untuk menjatuhkannya. Banyak orang dikuar sana yang membutuhkannya disana.
Setan            :  (dengan emosi ia membentak) Rinto . . .!!! Percuma saja kau mengikuti si kapur itu.
Malaekat      :  (menyambar perkataan setan)
                        Dengarkan kataku ini Rinto.
                      
                                                                 SEKIAN